DAMPAK SISTEM EKONOMI
Saat ini krisis keuangan global bukan lagi menjadi hal yang biasa-biasa saja. Telah semakin banyak dampak yang ditimbulkan, dimana krisis tersebut, membuat negara maju dan berkembang menghadapi rintangan serius dalam mencapai tujuan pembangunan. Kita ketahui bahwa sudah 3,6 juta pekerja yang diberhentikan sejak akhir 2007, dan pada bulan lalu, jumlah pekerja AS yang dikurangi di sektor konstruksi sebanyak 207.000 orang, sedangkan di sektor manufaktur 111.000 orang (Kompas, 9/2 2009).
Apakah yang menjadi basic value dalam pelambungan nilai keuangan dunia ini? Jika coba dirunut pada akar permasalahannya, ternyata ada sebuah esensi yang menguatkan kelemahan nilai uang ini, yakni sebuah sistem. Saat pemikir-pemikir sistem ekonomi liberal sudah meninggalkan jasadnya, tentu tidak pula bisa dikatakan bahwa pelaku-pelaku saat inilah yang bertanggung jawab atas segala kebobrokan yang terjadi, tentulah sebuah sistem otak segalanya, meski krisis global belum pernah separah ini sebelumnya. Hal ini menandakan bahwa sistem yang ada memiliki expired limit sehingga tidak mungkin kekal adanya.
Kecenderungan khalayak saat ini ialah bagaimana mencari solusi terhadap akar permasalahan yang ada. Sistem sosialis tidak dapat menjadi solusi yang tepat karena di China yang notabenenya penganut sosialis sejati terkena efek yang mengakibatkan tidak sedikit Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan. Tidak adanya sistem lain yang dapat menjanjikan ini, membuat semakin diliriknya sebuah sistem yang dinamakan sistem syariah, meski masih banyak yang tidak mempercayainya.
Dibandingkan dengan negara-negara Eropa, negara-negara di tanah Arab jauh lebih mampu menjaga kestabilan keuangannya. Efek yang dirasakan oleh perbankan di sana tidaklah mampu mengguncangkan interest rate mereka. Saat telah dilakukannya pembentukan Konferensi Syariah yang diadakan di Indonesia dengan dihadiri oleh berbagai negara seperti Malaysia dan Quwait, menjadi jelaslah bahwa umat ini butuh solusi.
Sistem yang diterapkan dalam ekonomi syariah ialah sistem bagi hasil dimana terdapat adanya sebuah kestabilan dalam penanggungan. Keuntungan bukanlah membuat orang menjadi kaya secara egois, dan begitupun sebaliknya. Kemaslahatan dengan keterbukaan sangat terjaga dan terjamin di sini sehingga tidak ada rasa mencurigai dan perasaan was-was berlebihan yang terjadi. Hal ini pun dapat membuat fokus pelaksanaan bisnis lainnya meningkat, yang mana bidang garap yang ada terkondisikan dengan baik.
Begitulah adanya sistem ekonomi syariah sehingga tidak heran ketika di tengah hiruk pikuk kemerosotan ekonomi, ianya masih saja bersinar terang mewadahi para pelakunya, sehingga seperti Bank Muamalat di Indonesia saja saat di tengah krisis malah mampu membuka cabangnya di Malaysia. Center point yang coba kita tengaraikan ialah memang bahwa sesuatu yang menjadi buatan manuasia pastilah ada kelemahannya bahkan tidak sedikit yang bisa dihancurkan, tetapi hal-hal yang datangnya langsung melalui petunjuk Zat Yang Kuasa tentulah paling unggul meski ilmu manusia harus merangkak dan tertatih-tatih dalam membuka tirainya.
Sistem Ekonomi Islam, Sistem Ekonomi Alternatif
Badai krisis ekonomi yang melanda Indonesia yang belum berakhir hingga kini telah memberikan suatu tinajauan spesifik akan perlunya sistem ekonomi alternatif. Suatu sistem yang mempu mendorong pertumbuhan tetapi sekaligus pemerataan. Tatanan sistem yang berpihak kepada semua orang, yakni suatu sistem yang memberikan kesempatan seluas-lusnya pada mekanisme pasar, tetapi tetap memberikan peran kepada pemerintah, kekuatan sosial dan hukum, untuk melakukan intervensi dan koreksi demi menjamin kekuatann ekonomi tidak terkonsentrasi kepada sekelompok kecil pengusaha, disamping mampu melakukan pemberdayaan ekonomi rakyat banyak, serta memberikan kesejahteraan lahir batin secara hakiki. Sistem yang dimaksud adalah sistem ekonomi Islam.
Untuk mewujudkan gagasan tersebut, An-Nabhani dalam kitab An-Nidzamu Iqtishady fil Al-Islam, sistem ekonomi dalam Islam dijalankan dengan tiga azas, yakni pertama: konsep kepemilikan (Al-milkiyah), kedua: pemanfaatan kepemilikan (Al-Tsaruf fil- al milkyah), ketiga distribusi kekayaan diantara manusia (Tauzi’u al-tsarwah bayna al-naas).
Syariat Islam telah mmberikan prinsip dan etika yang menjadi acuan dan referensi, serta merupakan kerangka bekerja dalam ekonomi Islam, antara lain :
o Kekayaan atau berbagai jenis sumber daya adalah amanah dari Allah yang harus dimanfaatkan seefisien mungkin guna memenuhi kesejahteraan dan kelak dipertanggungjawabkan di akhirat.
o Islam menolak setiap penghasilan yang dipenuhi secar tidak sah apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.
o Kekuatan penggerak utama Islam adalah kerjasama
o Sistem ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan pada satu atau sekelompok orang
o Islam mengatur konsep kepemilikan berupa kepemilikan individu, kepemilikan umat dan kepemilikan negara.
o Dilarang makan harta sesama secara bathil, kecuali perniagaan secara suka sama suka
o Dalam harta seseorang terdapat hak/bagian orang lain
o Menghapuskan praktek riba
o Pelaksanaan prinsip ekonomi Islam diwarnaipula dengan akhlak/etika Islam yang mengajarkan bahwa dalam melaksnakan prinsip ekonomi Islam senantiasa memiliki nilai-nilai jujur dan amanah; adil; profesional /ihsan; saling bekerjasama/ta’awun; sabar dan tabah.
http://kupastuntasmanajemen.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar